Selasa, 24 April 2012

Semoga Tetap Satu “NKRI”

Indonesia merupakan bangsa majemuk yang terdiri dari berbagai macam suku dan budaya. Banyaknya perbedaan yang ada membuat Indonesia rawan akan konflik dan perpecahan. Dewasa ini kondisi Indonesia semakin terancam seiring dengan memudarnya rasa nasionalisme. Persatuan dan kesatuan sudah menjadi angin lalu karena semakin hari setiap orang semakin menonjolkan sikap individualnya. Individualisme tumbuh subur di negara ini akibat dari liberalisme Barat dan liberalisme Barat tersebut melahirkan keegoisan. Kepribadian dan budaya khas bangsa Indonesia seperti kerja sama dan gotong royong pun sudah sangat sulit ditemukan, bahkan berangsur memudar dari waktu ke waktu.

Berbicara mengenai persatuan dan kesatuan tentu tidak akan terlepas dari masa pergerakan nasional Indonesia. Pergerakan nasional adalah suatu momentum perubahan dari suatu titik ke suatu titik cita-cita perjuangan. Pada awal abad ke-20, pemimpin-pemimpin Indonesia sadar bahwa perlawanan bersenjata tidak akan berhasil apalagi jika perlawanan itu bersifat kedaerahan. Rasa persatuan dan kebangsaan mulai berkembang. Suku-suku bangsa Indonesia sama-sama menderita di bawah penjajahan. Penderitaan yang sama itu menimbulkan rasa persatuan. Mereka pun sadar bahwa mereka adalah satu bangsa dan mempunyai satu tanah air. Penjajahan Belanda tidak bisa lagi di lawan dengan kekuatan senjata, tetapi harus dengan kekuatan politik.  Di samping itu, dilakukan usaha memajukan pendidikan, meningkatkan ekonomi rakyat dan mempertahankan kebudayaan. Seluruh rakyat diikutkan dalam perjuangan. Mereka berhimpun dalam berbagai organisasi. Adalah Haji Samanhudi yang merintis Sarekat Dagang Islam (16 Oktober 1905) yang kemudian berganti nama menjadi Sarekat Islam dan Boedi Oetomo (20 Maret 1908) yang didirikan oleh mahasiswa-mahasiswa Stovia dipelopori oleh Soetomo yang dalam sejarah resmi dianggap sebagai organisasi modern pertama. Setelah itu bermunculan organisasi-organisasi lain seperti Indische Partij, Partai Komunis Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI), Partai Nasional Indonesia (PNI), Parindra, Partindo, dan Gapi. Selain itu juga berdiri organisasi keagamaan, organisasi pemuda dan organisasi perempuan. Walaupun banyak organisasi yang bermunculan dan berbeda ideologi, tetapi pada hakikatnya adalah sama bahwa tujuannya adalah untuk memperkuat persatuan dan kesatuan serta mewujudkan kemerdekaan Indonesia.

Namun pada masa kini, perjuangan para pejuang dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa sepertinya sedikit tercoreng dengan terjadinya berbagai macam masalah di negeri ini. Belum lama ini, ada demo yang dilakukan oleh masyarakat terkait dengan kebijakan pemerintah yang akan menaikkan harga bahan bakar minyak. Tindakan anarkis muncul dalam demo-demo tersebut, padahal seharusnya tindakan anarkis tidak perlu dilakukan karena dapat menyebabkan kerugian bagi berbagai pihak. Tindakan anarkis tersebutlah yang memunculkan konflik dan perpecahan. Apakah mereka tidak sadar kalau yang mereka lakukan itu salah? Memang negara kita merupakan negara demokrasi, tetapi demokrasi tidak harus dengan cara anarkis. Tidak bisa dipungkiri memang kalau kebijakan pemerintah yang akan menaikkan harga bahan bakar minyak menimbulkan suatu gejolak dalam masyarakat. Sangatlah wajar kalau masyarakat menolak kebijakan pemerintah yang merugikan, namun apakah semua kebijakan pemerintah harus ditentang? Apakah memang semua kebijakan pemerintah merugikan masyarakat? Apakah demokrasi harus dengan tindakan anarkis? Apakah tidak bisa pemerintah dan rakyat duduk berdampingan? Suatu masalah kecil memang, namun jika terus-menerus dilakukan maka bukan tidak mustahil akan terjadi disintegrasi bangsa.

            Keharmonisan dan keselarasan dalam berbangsa dan bernegara sangat diperlukan demi terwujudnya integrasi nasional. Menarik memang membahas masalah keharmonisan dan keselarasan, salah satunya yang penting dibahas adalah masalah yang terjadi pada induk organisasi sepakbola nasional (PSSI). Ada suatu hal penting yang terjadi dalam induk organisasi sepakbola nasional yang dapat menyebabkan disintegrasi yaitu dimana saat ini terdapat perpecahan dalam kubu PSSI. Di dalam induk organisasi sepakbola nasional tersebut terjadi dualisme kepengurusan. Setelah sebelumnya ada dua liga yang bergulir (ISL dan IPL), sekarang ada dua PSSI yaitu PSSI versi Djohar Arifin Husein dan PSSI versi La Nyala Matalitti. Semakin carut marut memang persepakbolaan Indonesia. Seharusnya kedua belah pihak dapat duduk bersama untuk menyelesaikan masalah dualisme ini, namun karena memang kedua kepengurusan ini memiliki keegoisan yang tinggi dan merasa bahwa diri merekalah yang paling benar maka konflik ini sulit diselesaikan dan kemudian yang jadi korban adalah masyarakat, masyarakat yang merindukan prestasi sepakbola nasional. Konflik semacam ini tentu berpengaruh terhadap persatuan dan kesatuan bangsa.

            Banyak sekali memang hal-hal yang terjadi yang dapat menyebabkan disintegrasi bangsa, mulai dari konflik yang kecil hingga yang besar. Masalah pergesekan antar organisasi masyarakat, persaingan politik, konflik kesukuan dan lain-lain merupakan hal yang seharusnya bisa diatasi demi terwujudnya kehidupan bernegara yang harmonis. Sila pertama dalam Pancasila menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk yang mengakui bermacam agama dan kepercayaan, jadi kemajemukan tersebut seharusnya bisa dijadikan sebagai kebanggaan bukan malah dijadikan sebagai suatu akar konflik dan perpecahan. Dalam hal ini fungsi dan kedudukan Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia, keribadian bangsa, pandangan hidup bangsa, sarana tujuan hidup bangsa Indonesia dan pedoman hidup bangsa Indonesia sangat penting. Apabila kita mampu mengamalkan nilai-nilai dan norma yang terdapat dalam Pancasila tentu cita-cita bangsa Indonesia sebagai bangsa yang satu dapat terwujud. Buang jauh-jauh sifat egoisme, anarkisme, individualisme dan etnosentrisme. Ingatlah bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan milik suatu golongan, bukan milik suatu agama, bukan milik suatu suku, bukan milik suatu golongan adat istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke. Semoga kita tetap duduk berdampingan dan berpegangan tangan. Satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. Ya, hidup damai dalam perbedaan.